Minggu, 20 Mei 2012

Menakar harga sel surya

Energi surya itu gratis, tidak perlu bayar, semua orang dapat mengaksesnya tanpa perlu merogoh kocek sekedar –misal- menjemur pakaian atau ikan asin. Bisa dikatakan, tidak ada sudut di muka bumi ini yang tidak tersentuh sinar matahari. Bahkan sejatinya, ummat manusia pun tidak pernah meminta kepada Tuhan untuk dibuatkan matahari yang sinarnya sangat menentukan kehidupan di bumi, well, begitu kira-kira salah satu ustadz pernah berbicara di sebuah kesempatan pengajian. Dengan energi yang setara dengan 4 kilo-Watt hour (kWh)/meter persegi/tahun, sinar matahari ini merupakan sebuah potensi yang sangat manis apabila termanfaatkan tidak sekedar untuk menjemur ikan asin tentunya. Tentu saja persoalan menjadi lain manakala dibutuhkan sebuah perangkat untuk memanfaatkan energi surya tersebut, yang tentu saja tidak gratis.
“Saya sangat tertarik dgn pengadaan listrik tenaga surya, namun saya baca artikel-artikel di internet, harga panel surya mahal sekali, utk membangkitkan 1000 watt butuh dana kurang lebih 100 jutaan. Kebetulan juga saya tinggal di khatulistiwa, jadi sangat berguna dan tepat .
Yang ingin saya tanyakan, apakah Putra-putri bangsa ini tidak bisa bikin panel surya yang murah, seperti internet dari kaleng susu bekas, yang murah meriah. Lalu apa faktor yang menyebabkan panel surya mahal, apakah harus diimpor dari luar negeri? “
(Dari Sdr. Eddie, Dec 15, 2007 1:27 PM)
“Bp/Ibu Yth.
Saya sangat tertarik dengan energi surya terutama untuk perluan rumah tangga. Apakah bapak/ibu bisa menjelaskan ke saya hitung2an secara ekonomi untuk penyedia Listrik Surya setara dengan Daya Listrik PLN 1300 watt ? mohon pencerahannya”
Terima kasih
(Dari Sdr. Danang Sri Hadmoko, Dec 20, 2007 2:12 PM)
Email Sdr. Eddie dan Sdr. Danang melalui kolom Konsultasi di Blog ini saya ambil sebagai sebuah sampel dari banyaknya pertanyaan yang dikirimkan ke saya berkaitan dengan berapa biaya yang perlu dikeluarkan untuk penerapan sel surya di perumahan, atau singkatnya, berapa harga sel surya secara umum. Baru kali ini saya berkesempatan menulis sebuah topik khusus mengenai harga ‘barang baru’ ini.
Tulisan ini ditujukan untuk sediit banyak mengupas harga sel surya dengan memprioritaskan pada sel surya Silikon untuk aplikasi perumahan meski tidak menutup kemungkinan juga mendeskripsikan harga sel surya secara umum dan sebab-sebab apa yang mempengaruhi harga sel surya.
Dihadapkan pada sumber energi konvensional, sel surya sebagai sumber energi alternatif ini tidak akan dapat bersaing secara langsung tanpa adanya dukungan banyak faktor. Di sisi lain, terjangkaunya energi konvensional sendiri tidak lepas dari turut campurnya negara dalam mengontrol harga agar tidak terlalu mahal dan terjangkau, sebagai contoh, adanya subsidi BBM atau tarif dasar listrik (TDL) yang dihasilkan dari PLT Diesel di Indonesia.
Hal yang sama tidak ditemui pada energi terbaharukan, atau jika ada, tidaklah sebesar dukungan negara pada bahan bakar konvesional semisal minyak, baik dukungan ekonomi maupun politik. Dukungan kebijakan negara pada pengembangan sel surya di negara-negara maju (OECD) sudah dirasakan cukup mapan dengan salah satu alasan untuk mengurangi emisi CO2 sebagai salah satu kesepakatan Protokol Kyoto. Namun di sisi lain, terdapat ketimpangan kebijakan yang sangat besar di negara-negara berkembang seperti di Indonesia yang belum memiliki langkah serupa untuk mendukung pemasaran sel surya.
Jadi, bila kita mencoba menakar harga sel surya dan terasa bahwa sel surya itu begitu mahal apabila setelah mencoba membandingkannya dengan sumber energi lain yang sudah ada, sebenarnya kurang terasa tepat karena sel surya tidak berada pada kondisi obyektif yang sama, yakni tidak disubsidi atau tidak memperoleh pertolongan yang sama dari negara. Alias, seluruh harga sel surya dan komponennya musti ditangung sendiri oleh konsumen.
Secara umum, dapat saya katakan bahwa tantangan peneliti dan pengembang sel surya di seluruh dunia dihadapkan pada dua hal utama; (1) meningkatkan efisiensi sel surya semaksimal mungkin, dan (2) menurunkan harga sel surya.
Tantangan ini tidak hanya berlaku di Indonesia saja, melainkan juga di negara-negara pelopor jenis teknologi energi terbaharukan ini. Tantangan efisiensi dipenuhi dengan aktifitas riset dan pengembangan yang tidak kunjung henti di masing masing jenis sel surya. Terdapat kecenderungan bahwa sel surya mengalami peningkatan efisiensi pada skala laboratorium, namun masih menemui kendala serius ketika dipasarkan dalam bentuk yang lebih besar, yakni modul dan panel surya. Cara lain ialah dengan menggunakan material yang lebih murah, lebih tipis dari sel surya yang dipasarkan saat ini dan sebagainya.
Sedangkan, tantangan kedua, untuk jangka pendek dicapai dengan penerapan kebijakan pemerintah masing-masing negara yang bertujuan untuk menekan harga sel surya sehingga terjangkau. Selain itu juga dipenuhi dengan meningkatkan jumlah volume produksi sel surya dunia atau memperbesar ukuran sel surya (tepatnya modul surya) sebagaimana diperlihatkan di bawah ini harga beberapa jenis sel surya utama yang tengah dipasarkan di negara-negara pelopor teknologi ini yakni Amerika, Jerman dan Jepang, sehinga harga sel surya pun dapat ditekan. Saat ini, harga sebuah sel surya internasional ada pada kisaran US$ 4-5/Watt untuk sel surya jenis poli-Silikon yang menempati pangsa pasar lebih dari 90%.
harga-sel-surya-dunia.jpg
Lantas apa yang membuat sel surya terbilang mahal saat ini?
Di bawah ini ialah paparan singkat mengenai hal-hal umum yang turut berkontribusi pada harga sel surya yang pada akhirnya dibebani kepada konsumen.
1. Biaya produksi pembuatan sel surya.
Jika kita melihat proses pembuatan sel surya dengan mengambil contoh sel surya silikon yang menempati 90% pangsa pasar sel surya saat ini, maka terlihat adanya proses produksi yang melibatkan modal besar (high capital), yakni industri semikonduktor. Industri semikonduktor ini masih merupakan industri padat modal karena bersandar pada pembuatan dan penyediaan silikon, lebih tepatnya wafer silikon. Sejatinya, silikon sendiri ialah elemen terbanyak kedua di kulit bumi setelah oksigen, sehingga harganya relatif rendah.
Hanya saja, dengan kebutuhan industri semikonduktor yang meminta kadar kemurnian silikon sangat tinggi, sekitar 1 bagian per milyar (1 ppb), biaya pemrosesan silikon untuk semikonduktor menjadi berlipat-lipat. Proses pembuatan silikon sejak dari penambangan, pemurnian dan pemotongan inilah yang memilki andil sekitar 65% dari total harga sebuah sel surya. Data tahun 2004 mengenai harga silikon dunia dengan kadar tersebut kira-kira US$ 50/kg dan terus meningkat dikarenakan adanya permintaan industri semikonduktor maupun elektronik. Pemrosesan seperti pembuatan sel dan enkapsulasi sel surya masing-masing menyumbang 10 dan 25% dari total harga sel surya.
sel-surya-komposisi.jpg
Secara kasar, saat ini, harga sebuah sel surya sekitar US$ 4-5/Watt, belum termasuk pendukungnya. Sehingga jika seorang konsumen hendak membeli sel surya dengan daya 50 Watt, maka perlu menganggarkan biaya sekitar US$ 200-250 (lihat tabel di akhir tulisan).
Agak sedikit melebar, lantas, bisakah kita membuat industri sel surya sendiri agar sel surya bisa lebih mudah terjangkau di pasar sendiri?
Pada dasarnya tentu saja hal ini sangat mungkin dengan beberapa catatan menurut opini saya.
Pertama, pembuatan silikon untuk sel surya atau semikonduktor ialah sebuah usaha padat modal yang sangat besar dari segi investasi. Dan tidak semua negara di dunia yang mampu secara teknologi melakoni pekerjaan besar ini, hanya beberapa negara saja yang mampu membuat silikon dengan kadar yang dibutuhkan maupun wafer silikon, semisal, Amerika, Jerman, Jepang dan Korea. Selain itu, industri pembuatan silikon berkadar tinggi maupun pembuatan wafer silikon ini juga menyedot tenaga listrik yang cukup besar. Namun mengingat bahan dasar silikon seperti pasir silika ini mudah ditermui di Indonesia (lihat kutipan berita Kompas di Blog ini) , dengan dukungan investor dan pemerintah, saya kira kita cukup mampu dalam hal ini. Masak calon PLTN Muria yang heboh 80 trilyun saja kita menyanggupi, membuat sebuah pabrik wafer silikon saja kurang mampu?
Kedua, jika dalam jangka pendek tujuannya ialah memasarkan sel surya sebanyak mungkin, maka kita perlu meniru langkah China dalam memasarkan sel surya di negaranya. Industri-industri China tidak membuat material dasar silikon untuk sel surya ini. Mereka juga tidak memiliki kemampuan dalam membuat mesin-mesin yang dipergunakan pabrik-pabrik mereka untuk membuat sel surya dalam skala besar.
Hanya saja, strategi mereka ialah, mengimpor mesin-mesin pabrik dari Jerman sebagai bahagian dari investasi, serta mengimpor material silikon khusus untuk sel surya dari negaa-negara lain semisal, Jerman, Jepang dan Korea Selatan. Keunggulan komparatif upah pekerja yang murah, membuat sel-sel surya made in China saat ini merajai pasaran sel surya Eropa selain menjadi tuan rumah di negara sendiri. Hal ini saya saksikan sendiri dalam ajang PVSEC-15 di Shanghai, China. Mungkin strategi ini dalam jangka pendek bisa diterapkan di Indonesia. Namun kembali lagi, kita masih menunggu peran investor dan negara dalam hal ini.
2. Biaya perangkat dan pelayanan pendukung.
Memanfaatkan sel surya untuk keperluan apapun membutuhkan perangkat pendukung yang disebut Balance of System (BOS) yang biasanya terdiri atas baterei, inverter, biaya pemasangan serta infrasturktur (lihat gambar berikut). Di sini peran BOS sangat penting sehinga semua ini (Sel surya + BOS) disebut dengan sistem fotovoltaik. Baterei serta pegontrolnya diperlukan untuk meyimpan tenaga listrik untuk pemakaian di malam hari jika diperlukan. Inverter dibutuhkan untuk mengubah keluaran sel surya yang berarus DC menjadi AC sesuai dengan keperluan perumahan. Dan instalasi diperlukan untuk menyelaraskan bentuk (atap) rumah dengan berapa luas sel surya atau daya yang dibutuhkan agar optimal.
bipv-structure-2.jpg
Gambar di bawah ini sedikit menggambarkan berapa porsi anggaran yang dibutuhkan pada saat pemasangan dan perbandingannya pada 20 tahun kemudian. Asumsi memakai 1300 Watt menggunakan baterei 35 Ah. Literatur ini menggunakan negara Meksiko sebagai contohnya.
harga-bos.jpg
Di sana terlihat bahwa komponen baterei yang memiliki masa pakai optimum yang terbatas (sekitar 4 tahun), memerlukan perhatian khusus terutama karena adanya penambahan biaya ekstra untuk penggantian baterei baru.
Secara perhitungan kasar, harga Sel surya + BOS ini mencapai US$ 8-10/Watt. Sehingga jika hendak menggunakan sel surya di perumahan lengkap dengan sarana pendukungnya untuk 1300 Watt atau 1.3 kW, maka biaya kasar yang perlu diperlukan kira-kira 1300 Watt x (US$ 8 – 10) = US$ 10.400 – 13.000 atau jika di-rupiah-kan sekitar Rp 98.880.000 – 117.000.000 dengan masa pakai 20 tahun lebih dan biaya tambahan untuk penggantian baterei per 4-5 tahun sekali.
Tabel di bawah merupakan simulasi perhitungan biaya yang diperlukan untuk memasang sel surya di sebuah rumah dengan kapasitas daya terpasang sebesar 50 Watt. Jika hendak memasang sel surya di rumah dengan daya 1000 Watt mirip dengan rata-rata daya terpasang pada rumah di Indonesia dari PLN, maka harga total tinggal dikalikan saja dengan 20.
tabel-harga-sel.jpg
Semoga bermanfaat.
Rujukan :
Antonio Luque and Steven Hegedus, Handbook of Photovoltaic Science and Engineering, John Wiley and Sons, 2003.
Yasuto Maruoka, Cost effectiveness of solar modules on the international photovoltaic markets, Proceedings of 17th International Photovoltaic Science and Engineering Conference, Fukuoka, Japan, December 2-7, 2007.

0 komentar:

Posting Komentar

Featured

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Web Hosting