Kamis, 05 Mei 2011

Setoran NII ke Al-Zaitun Rp 110 Miliar Pertahun

TEMPO Interaktif, Jakarta - Mantan anggota Negara Islam Indonesia, Sukanto, membeberkan bahwa Pondok Pesantren Al-Zaitun, Indramayu, mendapatkan setoran sejumlah Rp 110 miliar pertahunnya dari para kader NII. "Jakarta saja Rp 10 miliar satu bulannya, itu yang riil masuk tingkatan Gubernur NII," ujarnya saat diskusi bertema "Penanganan NII di berbagai daerah," di gedung DPD, Rabu 4 Mei 2011.

Sukanto yang saat ini menjabat sebagai Kepala NII Crisis Centre, pusat pelaporan korban NII, menceritakan, ia pernah bergabung dengan NII saat dirinya baru saja lulus SMA. "Sejak 1996 sampai 2001," ujarnya. Persentuhannya dengan NII pertama kali dari seorang temannya.
"Lulus SMA, ketemu teman, yang saya kenal baik. Suatu saat saya dibawa ke pengajian, di Pondok Labu," ujarnya. Awalnya, ujar Sukanto, pengajian ini seperti pengajian pada umumnya. "Ya membahas Islam dan masalah kekinian," ujarnya.

Namun, pada pertemuan-pertemuan selanjutnya pengajian tersebut mengarah pada makar. "RI ini tidak sah, proklamasinya berbeda dengan NII. Masyarakat Islam di negara seperti ini tidak bisa beribadah jadi harus hijrah," ujarnya. Meskipun demikian, Sukanto yang masih berjiwa muda saat itu mengaku tertarik dengan konsep NII. "Kedengaran seksi, jadi ikut," ujarnya. Ia pun mengaku di baiat di sebuah tempat yang tak diketahuinya."Harus tutup mata, dibawa sebuah tempat. Di sana, ditemukan dengan 20 orang," jelasnya.

Dalam acara itu, lanjutnya terdapat dua acara utama. "Pemateri hijrah 2 orang, 2 sesi acara. Pertama, pengkajian Al-Quran bicara agama dan kedua bicara tentang NII," jelasnya. Ia pun mengatakan, saat itu ia diminta melepaskan kewarganegaraan Indonesianya dan masuk menjadi warganegara NII. "Setelah itu dipulangkan, ditemukan dengan tim perekrut, sel-sel tertentu. Ada kode tertentu," ceritanya.

Sejak saat itulah Sukanto mendapatkan tugas untuk mencari korban dan harta bagi NII.Ia mengatakan, dalam mendekati korbannya, ia mengandalkan hubungan pertemanan dengan komunikasi yang intens. "Komunikasi intens, ketemu setiap hari sehingga mempengaruhi dan merubah orang. Ditelepon setiap hari, ketemu setiap hari secara fisik," ujarnya.

Sukanto mengatakan, dalam jaringan NII, setiap kader perharinya diharuskan mengisi 9 pos keuangan. "Dana Infaq, sodaqoh macam-macam. Itu tidak ada targetnya, tapi setiap hari harus diisi," ujarnya. Ia mengatakan, ia pun telah banyak merekrut orang untuk masuk dalam NII. "Sampai banyak orang tua yang mengadukan bahwa anaknya hilang, diculik, dan saya dikejar-kejar aparat," ujarnya. Sejak dikejar-kejar aparat itu, komunikasi Sukanto dengan gurunya di NII mulai renggang. Sampai akhirnya komunikasi tersebut diputuskan oleh NII karena dianggap membahayakan jaringan. "Saya pun mulai insyaf," ceritanya.

Ia melanjutkan, keinsyafannya ini tak terlepas dari trauma dalam NII. Ia mengaku kerap diperlakukan kasar jika tak mampu memberikan setoran infaq. "Dicaci, dimaki, dipukul,dilempar gelas pokoknya dilecehkan," ujarnya. Ia mengatakan, dalam keadaan tertekan seperti itu ia kerap menghalalkan segala cara untuk mencari setoran.

Sejak tahun 2007 lalu, ia dan beberapa korban NII lainnya lantas membentuk NII Crisis Centre. "Kegiatannya sosialisaikan pengalaman korban NII dan mengantisipasi gerakan mereka," ujarnya. Ia mengatakan, Crisis Centre ini dibentuk karena pemerintah tak membuat tindakan apa-apa terhadap NII. "Tidak ada apapun dari pemerintah dan masyarakat sehingga kami bentuklah gerakan anti NII,crisis center ini," ujarnya. Padahal, menurutnya, sudah banyak aduan dari masyarakat yang mencurigai adanya pergerakan NII.

Soal setoran dana ke Al-Zaitun, Sukanto berani memastikan bahwa pondok pesantren pimpinan Panji Gumilang ini merupakan basis pergerakan NII."Al-Zaitun itu salah satu program NII," ujarnya. Menurutnya, NII memiliki program tarbiyah pembangunan mahad Al Zaytun. Ia juga mengatakan, pondok pesantren ini juga basis perekrutan NII. "Memang tidak semuanya NII, dua pertiganya orang biasa, sepertiganya NII," ujarnya.

Ia mengatakan, selepas dari Al Zaytun, para siswa yang telah menyelesaikan pendidikan formalnya tak akan dilepaskan begitu saja. Ia mengatakan, para mantan siswa ini akan dibina secara teritorial, dimana mereka bertempat tinggal.


sumber berita


0 komentar:

Posting Komentar

Featured

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Web Hosting